Facebook SDK

Sejarah Lahirnya Taman Kanak-kanak

Taman Kanak-kanak ada sejak 1900-an, dikembangkan oleh Frederich Wilhelm Froebel (1782-1852). Froebel adalah seorang pakar pendidikan anak yang lahir di Jerman dan mengabdikan hidupnya untuk mengembangkan sistem pendidikan anak dengan melahirkan "Garden of Children" atau "Kindergarten" atau TK. Langkah Froebel ini, pada tahun 1860, diikuti oleh Elizabeth Peobody sebagai orang tua pertama yang membuka TK di Amerika setelah meninjau pusat pendidikan Froebel di Jerman.

Sedangkan usaha pendidikan anak TK atau pra-sekolah di Indonesia baru berlangsung pada tahun 1914 saat pemerintahan Hindia Belanda membuka kelas persiapan (Voorklas) yang berfungsi menyiapkan anak-anak masuk HIS, yaitu tingkat pendidikan SD di Indonesia saat itu. Tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman India di lingkungan Perguruan Taman Siswa, bersamaan dengan itu pula didirikan TK dengan nama Bustanul Athfal yang dipelopori Organisasi Islam Aisyah. Kemudian pada tahun 1950, Depdikbud mulai ikut serta dalam pembiayaan pendidikan dan mengakui keberadaan Bustanul Athfal sebagai salah satu komponen yang sangat urgen dalam sistem pendidikan yang termuat dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Pokok-pokok pendidikan dan pengajaran, sehingga didirikan sekolah khusus menata guru TK yang diberi nama Sekolah Guru Taman Kanak-kanak (SGTK) atau sekarang dikenal dengan PGTK, PGAUD, atau PGRA.

Kurikulum Pendidikan Agama Islam

  1. Pengertian Kurikulum
    Istilah kurikulum berasal dari bahasa Latin curriculum yang semula berarti a running course, atau lintasan balap, terutama lintasan balap kereta. Kata tersebut juga terdapat dalam bahasa Perancis courier yang berarti berlari. Kemudian kata tersebut digunakan sebagai mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mendapatkan gelar atau ijazah. Kurikulum secara tradisional diartikan sebagai rencana tentang sejumlah mata pelajaran atau bahan ajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan untuk dipelajari oleh siswa dalam mengikuti pendidikan di lembaga itu.
    Stratemeyer, Forkner, dan McKim (1947 dalam Pengembangan Kurikulum) mengatakan, "Curriculum is currently defined in the three ways: The courses and class activities in which children and youth engage: the total range of in-class and out-of-class experiences sponsored by the school: and the total life experiences of the learner".
    Naif Mahmud Ma’ruf mengatakan bahwa kurikulum adalah segala macam kegiatan dan kondisi dalam pembelajaran yang dihadapi oleh siswa di bawah pengawasan lembaga pendidikan baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
    Hasan Langgulung dalam Ilmu Pendidikan Islam mengatakan bahwa kurikulum pendidikan (manhaj al-Dirasah) adalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan.
    Kurikulum sebagai salah satu bagian terpenting dari sistem pendidikan Islam telah ada sejak periode awal keberadaban pendidikan Islam, yaitu pada masa hidup Rasulullah Muhammad Saw. Mata pelajaran yang menjadi bagian penting dari kurikulum pada periode tersebut adalah berupa: membaca, menulis, dan syair Arab. Senada dengan itu, Syied Ali Ashraf dalam Model Kurikulum Terpadu Iptek dan Imtaq menambahkan kurikulum tersebut juga terdiri dari: Al-Qur’an dan Hadits, tata bahasa, retorika, dan prinsip-prinsip hukum.

Landasan Kurikulum PAI

Dalam pandangan Islam, segala sesuatu yang dilaksanakan memiliki dasar hukum, baik itu bersumber dari naqliyah maupun aqliyah. Begitu juga halnya dengan pelaksanaan pendidikan pada anak usia dini. Allah swt berfirman berkaitan dengan proses pendidikan anak usia dini sebagai berikut:

"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur". (QS. An-Nahl: 78)

Rasulullah saw bersabda:

"Tiap orang yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, ayah dan ibunyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani, atau Majusi." (HR. Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan ayat dan hadits di atas dapat dipahami bahwa anak dilahirkan dalam keadaan lemah tak berdaya dan tidak mengetahui apapun. Namun Allah membekali anak yang baru lahir dengan pendengaran, penglihatan, dan hati nurani. Hati nurani tersebut dapat diartikan sebagai akal, alat yang digunakan manusia untuk berpikir. Dengan itu manusia dapat membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang berbahaya. Kemampuan indera ini diperoleh seseorang secara bertahap, semakin besar seseorang maka bertambah pula kemampuan pendengaran, penglihatan, dan akalnya hingga sampailah ia pada usia matang dan dewasanya. Dengan bekal pendengaran, penglihatan, dan hati nurani (akal) yang dianugerahkan Allah, seiring dengan perkembangan anak pada tahap selanjutnya, anak akan memperoleh pendidikan yang diawali dengan pendidikan dalam keluarga, sekolah, dan lingkungan.

Taman Kanak-kanak merupakan lembaga pendidikan pra-sekolah yang formal dalam membentuk kepribadian anak. Maka proses pendidikan bagi anak usia dini sangatlah penting untuk membentuk generasi yang sesuai dengan agama Islam. Perkembangan jiwa anak sudah tumbuh sejak kecil sesuai dengan fitrah yang telah diberikan Allah. Maka fitrah tersebut harus dibimbing dan diarahkan dengan baik. Syaikh Mustafa Al-Ghalayani mengatakan bahwa pendidikan adalah penanaman akhlak yang mulia dalam jiwa anak-anak yang sedang tumbuh dan menyiraminya dengan siraman petunjuk dan nasehat, sehingga menjadi suatu watak yang melekat dalam jiwa, kemudian buahnya berupa keutamaan, kebaikan, suka beramal demi kemanfaatan bangsa.

Pendidikan agama Islam berusaha untuk menginternalisasikan nilai-nilai agama Islam sebagai titik sentral tujuan dari proses pembelajaran pendidikan Islam itu sendiri. Oleh karena itu yang menjadi dasar dalam penyusunan kurikulum pendidikan agama Islam adalah:

a. Dasar Agama yaitu Al-Qur'an dan Hadits sebagai sumber utama agama Islam. Ditambah lagi berbagai sumber yang bersifat furu' yaitu Ijma' dan Qiyas.
b. Dasar Falsafah yang memberikan pedoman bagi pendidikan Islam secara filosofis sehingga tujuan, isi, dan organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran baik ditinjau segi ontologi, epistemologi, maupun aksiologi.
c. Dasar psikologis yaitu dasar yang memberikan landasan dalam perumusan kurikulum sejalan dengan ciri-ciri perkembangan psikis peserta didik, sesuai dengan tahap kematangan, bakat, dan minatnya, memperhatikan kecakapan pemikiran peserta didik antara satu dengan yang lain.
d. Dasar sosial, yaitu landasan kurikulum yang mengakar terhadap perubahan dan perkembangan masyarakat, apa saja yang akan dipelajari harus sesuai dengan kebutuhan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kebudayaan masyarakat.
e. Dasar Organisatoris yaitu dasar yang memberikan landasan dalam penyusunan bahan pembelajaran serta penyajiannya dalam proses pembelajaran serta bagaimana bahan pembelajaran itu disusun.

Landasan di atas merupakan bagian yang sangat urgen dalam menetapkan kurikulum Pendidikan Agama Islam karena Pendidikan Agama Islam tidak hanya berpijak pada landasan normatif namun memerlukan landasan lain sebagai pendamping untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas dalam masyarakat.


Post a Comment

Berkomentar sesuai dengan judul blog ini yah, berbagi ilmu, berbagi kebaikan, kunjungi juga otoriv tempat jual aksesoris motor dan mobil lengkap

Lebih baru Lebih lama