Pendidikan dilaksanakan untuk menyiapkan generasi penerus bangsa agar mempunyai kepribadian yang jujur, efektif dan efisien, berakhlak mulia, dan disiplin (taat pada peraturan). Sebagai bekal hidup agar sukses di masa depan, membangun karakter/kejujuran sejak dini karena usia SD merupakan pendidikan formal pertama yang masih berpikir operasional/konkret.
Umur 7-11 tahun, anak sudah mulai berpikir transformasi reversible (dapat dipertukarkan) dan kekekalan. Mereka dapat mengerti adanya perpindahan benda, mulai dapat membuat klasifikasi, namun pada dasarnya masih pada hal yang konkret. Anak sudah dapat menegrti persoalan sebab akibat. Oleh karena itu, dalam penanaman nilai pun sudah dapat dikenalkan suatu tindakan dengan akibat yang baik dan tidak baik. Dan pada akhirnya pendidikan anti korupsi ditanamkan sejak dini agar memperbaiki kualitas moral untuk mencapai terbentuknya Indonesia bebas korupsi.
Ada beberapa alasan mengapa pendidikan anti korupsi ini harus diberikan di jenjang sekolah dasar. Diantaranya adalah:
- Siswa belum mendapatkan informasi dan sosialisasi tentang anti korupsi. Belum adanya pengajaran yang khusus mengenalkan, memahami serta nantinya diharapkan siswa kelak dapat melawan korupsi. Untuk tingkat sekolah dasar, siswa diharapkan mengenal terlebih dahulu nilai yang diyakini akan dapat melawan tindakan korupsi.
- Kurangnya keteladanan dari lingkungan (ortu, guru, orang dewasa di sekitar, media, dll). Keteladanan dari orang di sekitar sangat membantu dalam proses penanaman nilai atau budi pekerti yang diharapkan untuk dapat diterapkan dalam kegiatan mereka sehari-hari.
- Adanya kompetisi yang kurang sehat antar siswa. Mulai timbulnya kepentingan pribadi yang bersinggungan dengan kepentingan orang lain, sehingga adanya kompetisi yang kurang sehat antar siswa, yang seharusnya dapat dihindari apabila adanya pengawasan terus-menerus dalam penerapan nilai yang sesuai norma yang telah ada di masyarakat.
- Sekolah tidak menerapkan aturan yang jelas dan konsisten. Peraturan dibuat hendaknya berdasarkan kesepakatan bersama. Sehingga siswa merasa ikut serta membuat dan bertanggungjawab langsung atas semua tindakannya. Serta mereka tahu konsekuensi apabila mereka melanggar kesepakatan yang telah dibuat, Orang dewasa yang mengawasinya, dalam hal ini orangtua serta guru.
- Pembelajaran afektif hanya sebatas kognitif saja belum diaplikasikan, sehingga siswa tidak membiasakan diri berperilaku baik dan benar. Penilaian terhadap siswa secara keseluruhan hendaknya sudah diterapkan dengan berbagai metode atau pendekatan untuk menginformasikan tingkah laku siswa. Hal-hal tersebut diyakini yang menyebabkan betapa pentingnya mengajarkan pendidikan anti korupsi di sekolah dasar.
Posting Komentar
Berkomentar sesuai dengan judul blog ini yah, berbagi ilmu, berbagi kebaikan, kunjungi juga otoriv tempat jual aksesoris motor dan mobil lengkap