Semakin meningkatnya pengguna handphone di Indonesia, meningkatkan persaingan antar perusahaan untuk mengembangkan produknya sehingga mampu diterima konsumen. Persaingan yang berlangsung kompetitif ini juga menuntut perusahaan untuk menyampaikan informasi yang terpercaya kepada konsumen. Terlebih pada saat ini, dimana arus informasi berjalan dengan cepat. Perputaran arus informasi yang cepat memberikan kemudahan bagi konsumen untuk menyerap pengetahuan dan informasi suatu produk. Di sisi lain, konsumen menjadi lebih selektif dalam memilih dan mengkonsumsi suatu produk sehingga upaya suatu perusahaan untuk menumbuhkan daya tarik untuk memperluas pangsa pasar menjadi semakin sulit.
Menurut Freddy Rangkuti (2002:2), tujuan pemberian merek adalah untuk mengidentifikasi produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing. Karakteristik yang kuat dari suatu merek akan sangat membantu memenangkan persaingan. Persaingan yang semakin meningkat membutuhkan strategi pemasaran tersendiri dan pada saat yang sama peran merek akan semakin penting. Merek merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan tampilan, manfaat dan jasa tertentu pada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan mutu, tetapi merek lebih dari sekedar simbol (Kotler, 2005:82).
Penting bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan kepada konsumen bahwa mereka mempunyai komitmen untuk menjaga kredibilitas dan secara konsisten memenuhi janji yang perusahaan berikan kepada konsumen. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi perusahaan untuk Memberikan informasi yang jujur dan terpercaya sehingga konsumen memberikan tanggapan yang positif bagi suatu produk. Brand Credibility (kredibilitas merek) didefinisikan sebagai dapat dipercayanya informasi mengenai posisi produk yang terkandung dalam sebuah merek (Erdem dan Swait, 1998).
Semakin berkembangnya berbagai produk yang berkualitas memberikan konsumen dapat dengan leluasa memilih suatu produk. Perusahaan yang berdiri pada suatu negara terkadang menghasilkan produk yang memiliki kualitas dan karakteristik yang berbeda dibanding perusahaan dari negara lain. Di negara-negara berkembang, konsumen lebih memilih merek asing untuk merek lokal karena makna positif simbolis, seperti modernitas dan status sosial tinggi yang terkait dengan merek asing (Zhou dan Belk,
2004).
Dewasa ini tidak sedikit produk dari suatu perusahaan yang dibuat di Luar negara asal. Namun konsumen tetap memilih produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan tersebut walaupun dibuat di luar negara asal. Menurut (Thakor dan Kohli, 1996) Brand origin atau asal merek didefinisikan sebagai tempat, daerah atau negara yang menjadi asal suatu merek yang menjadi pertimbangan konsumen dalam pembelian.
Saat ini, konsumen membeli sebuah produk tidak hanya untuk menikmati produknya saja. Tetapi sekaligus memilih produk yang bisa menaikkan citra diri di lingkungannya. Sehingga perusahaan harus mampu menanamkan kepercayaan konsumen agar setiap konsumen yang menggunakan produknya akan mampu menaikkan citra dirinya. Karena citra diri akan menimbulkan rasa suka dan kepuasan konsumen jika menggunakan produk tersebut.
Citra diri adalah suatu nilai bagi individu, sehingga perilaku konsumsi individu akan diarahkan untuk perlindungan dan peningkatan konsep diri melalui pembelian, memperlihatkan, dan penggunaan barang sebagai simbol yang akan mengkomunikasikan makna simbolis pada diri dan orang lain. Kesesuaian diri yang tinggi dialami ketika konsumen merasakan citra produk sesuai dengan citra dirinya, dan begitu pula sebaliknya. Kesesuaian diri ini dapat mempengaruhi perilaku konsumen (sikap konsumen dan niat beli) melalui motif konsep diri seperti kebutuhan untuk konsistensi diri dan harga diri (Sirgy et al., 1997). Dengan membeli sebuah produk konsumen dapat mempertahankan dan meningkatkan citra diri mereka.
Dalam membangun kepercayaan terhadap suatu merek keterlibatan konsumen (consumer involvement) merupakan dasar utamanya. Mc Quarrie dan Munson (1992) menyatakan bahwa keterlibatan (involvement) seseorang pada suatu objek ditentukan oleh tiga hal yaitu: adanya pencarian informasi terhadap suatu objek, melakukan proses perbandingan merek dan persesi terhadap resiko. Jika seseorang mempunyai motivasi yang tinggi terhadap obyek tertentu, maka dia akanterdorong untuk berperilaku menguasai produk tersebut. Sebaliknya jika motivasinya rendah, maka dia akan mencoba untuk menghindari obyek yang bersangkutan. Konsumen yang high involvement cenderung untuk mengevaluasi merek secara lebih detail dan komperhensif. Derajat high dan low suatu keterlibatan (involvement) seseorang ditentukan oleh beberapa faktor :
1. Seberapa besar proses pencarian informasi.
2. Seberapa besar kompleksitas dalam proses pemilihan.
3. Seberapa besar komitmen terhadap suatu merek.
4. Seberapa besar seseorang melihat suatu perbedaan pada sebuah merek.
Konsumen dengan proses pembelian produk high involvement adalah konsumen yang ketika membeli produk tersebut memperhatikan dengan teliti setiap fitur yang ada dalam produk tersebut dan biasanya proses pembeliannya membutuhkan waktu yang lama. Produk-produk otomotif, elektronik, perbankan, dan produk berteknologi tinggi termasuk kedalam produk yang high involvement. Sedangkan produk Low involvement adalah produk yang proses pembeliannya relatif singkat tanpa melakukan pikir panjang dalam mengambil keputusan terhadap pembelian. Produk-produk yang termasuk kategori low involvement adalah produk-produk consumer goods seperti sabun, makanan, dan minuman.
Di Indonesia persaingan antar produsen handphone berlangsung cukup ketat. Masing-masing perusahaan berusaha memberikan informasi terpercaya, mendiferensiasikan merek dan produknya agar mempunyai keunikan dan karakteristik yang unik, serta mengakrabkan mereknya sehingga dapat menimbulkan niat beli konsumen. Cross sebagai sebagai perusahaan yang sedang berkembang saat ini telah menyadari persaingan ini. Cross senantiasa memberikan keyakinan dan memenuhi harapan kepada para pelanggannya untuk terus memberikan kepuasan kepada mereka.
Berdasarkan data yang diperoleh dari www.topbrand-award.com tanggal
19/04/2013, yaitu hasil riset terhadap 3.250 responden di delapan kota besar Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, Balikpapan, dan Pekanbaru dengan bermodalkan tiga komponen utama, yakni Top of Mind (merek yang disebutkan pertama kali), Last Used(merek yang dibeli terakhir kali) dan Future Intention (merek yang akan dibeli di masa datang). Dari hasil survei tersebut didapatkan Top Brand Index (TBI) dan merek yang masuk memiliki nilai lebih dari 10 persen. Mereka yang masuk top three diberikan predikat Top Brand yang berarti memenangi Top Brand Award. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel Top Brand Index di bawah ini.
TOP BRAND INDEX SMARTPHONE
Tabel 1. Top brand handphone 2012
Merek TBI (%)
Nokia
Huawei
|
54,2
8,5
|
Samsung
|
4,8
|
Nexian
|
4,6
|
Sony Ericsson
|
4,3
|
Esia
|
3,3
|
Cross
|
2,3
|
ZTE
|
1,6
|
Tabel 2. Top brand handphone 2013
Merek TBI (%)
Nokia 50,9
Samsung 9,8
Cross 4,3
Huawei 4,2
Nexian 4,0
Sony Ericsson 3,0
Mito 1,3
Berdasarkan tabel nomer 2 Cross mampu merebut pangsa pasar handphone di indonesia sebesar 4,3% pada tahun 2013. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya Cross hanya mampu merebut pangsa pasar handphone sebesar 2,3%. Hal ini mengindikasikan keberhasilan Cross dalam menarik niat konsumen untuk membeli produknya. Menurut Taylor (1994), niat beli adalah tahap kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan.
Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Pengetahuan konsumen adalah himpunan informasi total yang relevan dengan fungsi di pasar, karena pengetahuan merupakan faktor penentu utama perilaku pembelian konsumen, maka pemasar dapat mempertimbangkan mengenai kapan pembelian dilakukan
konsumen, (Hurriyati, 2005:85). Pengetahuan akan suatu merek di dalam memori/ingatan penting terhadap pembuatan sebuah keputusan dan telah didokumentasikan dengan baik dalam ingatan (Alba, Hutchinson dan Lynch, 1991 dalam Keller, 1993 :2) sehingga pengetahuan merek (brand knowledge) sangat penting dalam mempengaruhi apa yang dipikirkan oleh seseorang tentang suatu merek. Dalam kaitannya dengan niat pembelian (Purchase Intention) adalah untuk kemungkinan seseorang berminat untuk membeli produk atau merek yang ditawarkan perusahaan atau tidak.
Li Yongqiang, Wang Xuehua, dan Yang Zhilin (2011) melakukan penelitian. “The Effects of Corporate-Brand Credibility, Perceived Corporate-Brand Origin, and Self- Image Congruence on Purchase Intention: Evidence From China’s Auto Industry” yang meneliti pengaruh kredibilitas merek (Brand Credibility), asal merek (Brand Origin) dan kesesuaian citra diri (Self-Image Congruence) terhadap niat pembelian (purchase intention) tanpa high involvement yang diduga mempengaruhi purchase intention dan pengetahuan merek (Brand Knowledge) sebagai variabel moderasi brand origin.
Posting Komentar
Berkomentar sesuai dengan judul blog ini yah, berbagi ilmu, berbagi kebaikan, kunjungi juga otoriv tempat jual aksesoris motor dan mobil lengkap