1. Pengembangan UMKM dengan Fasilitasi Kredit
Salah satu aspek dalam pemberdayaan UMKM (usaha mikro, kecil menengah termasuk koperasi) telah sering diungkapan sebagai permasalahan klasik adalah kekuaran permodalan. Hal ini disebabkan kendala keterbatasan akses ke sumber-sumber permodalan, terutama akses ke lembaga keuangan formal seperti Bank. Faktor lain adalah keterbatasan kemampuan dalam melengkapi persyaratan perbankan. Hal ini memberikan peluang bagi praktek pelepas uang (rentenir) untuk memberikan jasanya untuk memberikan pinjaman dengan bunga tinggi tetapi disertai pelayanan yang mudah, cepat dan tepat waktu sesuai kebutuhan.
Belajar dari pengalaman masa lalu dimana dimana telah banyak dilakukan program bantuan pendanaan kepada UMKM masih belum memberikan hasil yang optimal. Karena faktor persyaratan dan prosedur untuk mendapatkan pinjaman merupakan hal yang mendasar yang sangat sulit dipenuhi oleh sebagian besar usaha kecil, maka faktor ini menjadi hal yang sangat penting dilakukan pendekatan baru dalam membangun sistem pembiayaan untuk usaha skala mikro dan perlunya ada segmentasi kebutuhan dari masing- masing usaha kecil.
Selanjutnya dikatakan dalam tulisan tersebut bahwa dalam interaksi antara lembaga keuangan (Bank) dan Non Perbankan dan UMKM terdapat dua aspek penting yaitu kepentingan dan manfaat dengan tujuan yang sama. Tujuan tersebut yaitu terwujudnya layanan keuangan yang efisien dan efektif. Walaupun tujuan sama dalam interaksi tersebut tetapi berbeda dalam sisi pandang, sehingga menimbulkan ketidak harmonisan interaksi.diantara lembaga keuangan dan UMKM2.
Peminjam atau nasabah (UMKM) mengharapkan terpenuhinya kebutuhan modal dalam waktu yang tepat, dengan persyaratan dan prosedur yang mudah serta dengan biaya murah. Lembaga keuangan apapun (formal atau informal dan lembaga nodn perbankan) atau kreditor tidak menjadi masalah, asal dapat memenuhi harapan tersebut.
Kreditor (lembaga keuangan) mengharapkan dapat memberikan layanan keuangan sesuai persyaratan dan prosedur tertentu untuk menghasilkan profit secara proporsional, jamainan keamanan atas uang yang dipinjamkan. Persyaratan daa prosedur ini menjadi parameter baku yang harus dipenuhi. Sementara usaha kecil tidak selalu dapat memenuhi ketentuan ini.
Dengan demikian faktor penentu dalam program bantuan pembiayaan bagi UMKM adalah proses pelayanan yang mendasarkan pada aspek kepercayaan, kemudahan prosedur dan persyaratan, kedekatan serta pelayanan jemput-bola. Aspek-aspek tersebut adalah cocok dan dapat dipenuhi oleh usaha mikro dan kecil dalam tataran akar rumput. Walaupun juga banyak UMKM memperoleh sukses pembiayaan walaupun dengan persyaratan dan prosedur yang ketat yang ditetapkan Bank, lembaga non perbankan formal.
Karena sebagian besar usaha kecil terdiri dari usaha-usaha yang berskala mikro, maka dilakukan modernisasi sistem pembiayaan mikro melalui pola swamitra antara Lembaga keuangan mikro dan Bank.
Lembaga keuangan mikro memiliki potensi kelembagaan berupa jaringan, kedekatan, interaksi sosial dengan usaha mikro dan kecil calon peminjam. Lembaga perbankan yang diwajibkan untuk menyalurkan kredit kepada usaha kecil, memiliki potensi berupa sistem, teknologi, administrasi keuangan serta pasokan modal. Dengan demikian swamitra antara kedua lembaga ini akan terjadi sinerji dan berdampak besar untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi UMKM. Hal ini juga akan berdampak pada peningkatan kompetensi lembaga keuangan mikro, dengan tetap memberikan kemudahan dan kesederhanaan layanan keuangan dalam manajemen dan teknologi.
Agar bantuan itu lebih efektif dan efisien maka perlu dilakukan pembinaan dan dukungan yang berkelanjutan antara lain: bantuan keahlian, penyuluhan dan melalui usaha-usaha dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan manajemen usaha, kewirausahaan usahawan kecil, admiusntrasi keuangan sebagai alat untuk monitoring dan evaluasi bagi kemauan usahawan kecil.
Keahlian dan kemampuan usaha dari usahawan kecil perlu ditingkatkan sehingga lambat laun dapat mengelola usaha yang lebih besar aset usahanya. Pengusaha kecil atau usahawan tingkat terendah seperti pedagang kaki lima, penjual eceran, pengusaha makanan tradisional di daerah yang sudah sukses dapat menjadi dapat menjadi contoh bagi teman-teman atau lingkungannya sehingga mereka dapat mengetahui keberhasilannya. Hal ini diharapkan akan menjadi isnpirator bagi usahawan kecil atau mikro yang masih menganggur untuk terjun ke dunia usaha kecil.
Pada dasarnya bank memberikan kredit dengan tujuan mendapatkan keuntungan di samping membantu usaha nasabah untuk investasi atau modal kerja dan membantu pemerintah dalam pembangunan serta pendapatan pemerintah dalam sektor pajak.
2. Kendala pelayanan kredit perbankan
Masih banyak usaha mikro yang sulit memperoleh layanan kredit perbankan karena berbagai kendala baik pada sisi usaha mikro dan sisi perbankan.
3. Kendala pada sisi usaha mikro antara lain:
a. Lokasi usaha sering kali jauh dari jangkauan Bank;
b. Volume usaha dan kebutuhan kredit rata-rata per nasabah masih kecil sehingga perbankan menganggap biaya transaksi terlalu tinggi dan tidak efisien;
c. Kelemahan dalam aspek pengelolaan usaha dan administrasi keuangan;
d. Kelemahan dalam aspek legal dan formalitas (perijinan);
e. Tidak memiliki kekayaan sebagai jaminan kredit sehingga oleh Bank dipandang beresiko tinggi.
4. Kendala pada sisi perbankan adalah:
a. Bank kurang pengalaman berhubungan dengan debitur pengusaha mikro;
b. Bank enggan mengalokasikan tenaga dan kredit untuk melayani kredit mikro karena dianggap tidak efisien dan beresiko tinggi.
Untuk mengatasi kendala tersebut diatas dan agar perbankan dapat melayani sektor riil khususnya, maka Bank Indonesia telah menyelenggarakan program Pengembangan Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (PHBK) sejak tahun 1989.
Posting Komentar
Berkomentar sesuai dengan judul blog ini yah, berbagi ilmu, berbagi kebaikan, kunjungi juga otoriv tempat jual aksesoris motor dan mobil lengkap